BADAKPOS.COM, JAKARTA – Situasi di Timur Tengah memanas secara signifikan menyusul serangan yang dilakukan militer Amerika Serikat ke tiga fasilitas nuklir milik Iran pada Minggu, 22 Juni 2025. Tindakan ini memicu kembali ancaman lama dari Teheran untuk melakukan blokade terhadap Selat Hormuz, sebuah langkah radikal yang dapat menyumbat jalur utama perdagangan energi dunia. Meskipun pemblokiran selat kerap dijadikan alat tawar oleh Iran dalam menghadapi tekanan Barat, kali ini bobot ancamannya dinilai lebih berat karena dipicu oleh serangan militer langsung. Kewenangan untuk mengambil keputusan final terkait langkah strategis ini dipegang oleh Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran.

Dukungan dari tingkat legislatif telah disuarakan oleh Esmail Kosari, seorang anggota parlemen sekaligus komandan senior Korps Garda Revolusi Islam (IRGC). Ia membenarkan bahwa rencana penutupan jalur tersebut nyata dan akan diimplementasikan sesuai kebutuhan. Namun, Kosari juga memperjelas bahwa, meskipun parlemen mendukung, mandat eksekusi mutlak berada di tangan Dewan Keamanan. Bobot dari ancaman ini menjadi sangat signifikan ketika melihat fungsi Selat Hormuz yang tak tergantikan. Selat ini merupakan satu-satunya koridor maritim bagi negara-negara produsen energi di Teluk Persia untuk menjangkau pasar global melalui Teluk Oman dan Samudra Hindia.

Jalur perairan yang terletak di antara Iran dan Oman ini menjadi titik transit paling vital di planet ini, dengan volume lalu lintas mencapai 20 hingga 30 persen dari total pasokan minyak dunia, atau setara lebih dari 20 juta barel setiap harinya. Lebarnya yang hanya sekitar 33 kilometer di titik tersempit membuat jalur ini sangat rawan terhadap segala bentuk gangguan. Akibatnya, setiap upaya pemblokiran, bahkan yang bersifat sementara, dapat dipastikan akan menciptakan lonjakan harga energi yang ekstrem di pasar global. Ketidakpastian ini akan memicu kepanikan, memberikan dampak berat bagi negara pengimpor utama di Asia seperti Jepang, India, dan Tiongkok, serta menimbulkan efek berantai yang merugikan bagi sektor industri dan transportasi di seluruh dunia. Tingkat keseriusan ancaman Iran ini bukan sekadar retorika, yang dibuktikan dengan insiden pada tahun 2024 saat IRGC menyita kapal kontainer MSC Aries yang terkait dengan Israel. Aksi tersebut menjadi demonstrasi nyata atas kapabilitas sekaligus kemauan Teheran untuk menggunakan kekuatan di perairan strategis tersebut. ***

advertisement

advertisement